Hari
Rabu tanggal 6 Desember 2017 lalu, diantar oleh Panglima TNI Jenderal Gatot
Nurmantyo dan kompatriotnya sesama kepala staf, Jenderal Mulyono dan Laksamana
Ade Supandi, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) sekaligus calon Panglima TNI
Marsekal Hadi Tjahjanto melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di hadapan Komisi
Pertahanan DPR-RI. Selama lebih dari 7 jam, Marsekal Hadi menjabarkan visi,
misi, dan strategi militer yang akan dilaksanakannya kelak ketika nanti
benar-benar menjabat sebagai Panglima TNI yang baru. Dan setelah melalui proses
diskusi tertutup, akhirnya Ketua Komisi Pertahanan DPR-RI Abdul Kharis
Almasyhari mewakili seluruh fraksi dalam komisi tersebut menyatakan menyetujui
pengangkatan Marsekal Hadi sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot
yang akan pensiun bulan Maret 2018 mendatang. Tetapi bukan tidak mungkin
sebelum bulan Maret Hadi akan dilantik menjadi Panglima TNI, guna
mengantisipasi turbulensi politik dan ancaman pertahanan menjelang Pemilihan
Kepada Daerah (Pilkada) Serentak dan lebih jauh lagi menjelang Pemilihan Umum
(Pemilu) 2019.
![]() |
KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto saat mengikuti Uji Kepatutan dan Kelayakan Calon Panglima TNI, Desember 2017 (sumber: merdeka.com) |
Dalam
tulisan sebelumnya (Siapa Bisa Jadi Panglima?) saya memprediksi bahwa Hadi-lah yang akan ditunjuk Presiden
Jokowi sebagai Panglima TNI yang baru dan hal tersebut terbukti belakangan ini
(walaupun sebenarnya desas-desus penunjukkan Hadi sudah santer diberitakan
dalam berbagai media sejak pertengahan tahun ini dan saya hanya merangkumnya
saja dalam tulisan singkat tersebut). Nah, dalam tulisan ini, saya akan mencoba
membaca arah suksesi kepemimpinan Angkatan Udara setelah ditinggal oleh
Marsekal Hadi yang baru menjabat sebagai KSAU kurang dari 1 tahun tersebut.
Hadi,
yang merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1986 setidaknya melompati 2
angkatan dalam menduduki posisinya sebagai KSAU menggantikan Marsekal Agus
Supriyatna yang merupakan abituren AAU 1983, sehingga kans bagi angkatan 1984
dan 1985 tidak terlalu lebar walaupun tak tertutup sama sekali. Apalagi posisi
teras TNI AU seperti Wakil KSAU dan Inspektur Jenderal TNI AU saat ini juga
dijabat oleh perwira tinggi angkatan 1986, yakni masing-masing Marsekal Muda Yuyu
Sutisna dan Marsekal Muda Umar Sugeng Hariyono sehingga “86-isasi” TNI AU
merupakan sebuah keniscayaan yang tinggal menunggu waktu yang tepat saja.
Walaupun
begitu, tak elok rasanya kalau kita langsung menjustifikasi angkatan 1986
sebagai “pewaris tunggal” kepemimpinan TNI AU. Jika kita melihat lebih dalam,
setidaknya terdapat 4 perwira tinggi TNI AU berbintang 3 yang memiliki kans
sebagai KSAU, yakni Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja
(AAU 1983), Wakil Gubernur Lemhannas Marsekal
Madya Bagus Puruhito (AAU 1984), Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Muda (yang akan dinaikan
pangkatnya menjadi Marsekal Madya) Muhammad
Syaugi (AAU 1984), dan Wakil KSAU Marsekal
Muda (yang akan dinaikan pangkatnya menjadi Marsekal Madya) Yuyu Sutisna (AAU 1986).
![]() |
KSAU Marsekal Hadi T. (depan), bersama dengan Marsda Yuyu Sutisna (kedua dari kiri), Marsdya Hadiyan S. (keempat dari kiri), dan Marsda Dedy Permadi (kelima dari kiri) (sumber: cnnindonesia.com) |
Jika
dilihat dari jarak sebelum masuk masa pensiun, nama Bagus Puruhito memang yang
paling unggul karena ia baru akan pensiun pada bulan Oktober 2020, nama-nama
lain seperti Hadiyan Sumintaatmadja akan masuk masa pensiun pada bulan Januari
2019, M. Syaugi masuk masa pensiun pada bulan Oktober 2018, dan Yuyu Sutisna
masuk masa pensiun pada bulan Juni 2020. Namun, sebagaimana pernah saya tulis
dalam postingan yang telah lewat (Ajudan
Presiden dan Politik Istana), status Bagus sebagai bekas Ajudan Presiden
SBY pada tahun 2004-2009 menghambat karir kemiliterannya di masa kepresidenan
Joko Widodo saat ini, apalagi Bagus telah “dilompati” sebanyak 2 kali, yakni pertama
pada di tahun 2015, yang mana Presiden Jokowi justru memilih nama Wakil
Inspektur Jenderal TNI Marsekal Muda Agus Supriyatna (AAU 1983) yang namanya
tak pernah masuk bursa kandidat KSAU, dan kedua pada awal tahun 2017 ini ketika
Presiden Jokowi memilih nama Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan
Marsekal Madya Hadi Tjahjanto yang baru menjabat di posnya selama kurang dari 3
bulan sebelum diangkat menjadi KSAU. Sehingga saya pun yakin, walaupun namanya
akan selalu masuk dalam bursa kandidat KSAU, Bagus tidak akan menaruh minat
yang terlalu besar, dan dalam hal ini, kans Yuyu Sutisna yang lebih terbuka
lebar.
Hal
unik yang menjadi kekhasan suksesi kepemimpinan TNI AU dibanding matra lainnya
ialah adanya kepercayaan bahwa calon KSAU yang berasal dari angkatan bertahun
ganjil-lah yang paling memiliki kans untuk terpilih, atau dikenal dengan
istilah “lucky ganjil” yang setidaknya
telah dimulai sejak terpilihnya Marsekal Rilo Pambudi sebagai KSAU tahun
1993-1996 yang merupakan abituren AAU 1965, dan seterusnya selalu terpilih KSAU
yang berasal dari angkatan ganjil sampai kemudian mitos tersebut patah ketika
Marsekal Hadi yang berasal dari angkatan genap (1986) terpilih sebagai KSAU.
Jika kemudian Presiden Jokowi ingin kembali mengulang memori “lucky ganjil” tersebut, maka kans
Hadiyan Sumintaatmadja yang paling besar karena ia satu-satunya perwira tinggi
bintang 3 yang berasal dari angkatan ganjil. Tetapi kembali lagi, Jika Hadiyan
yang terpilih, pensiun di awal tahun 2019 merupakan sebuah langkah yang
berbahaya karena akan ada suksesi kepemimpinan TNI AU di tahun politik yang
rentan dipolitisir oleh sebagian kalangan. Selain itu, masa jabatan yang hanya
1 tahun akan membuat upaya pembangunan kekuatan pertahanan udara menjadi tidak
optimal, karena setidaknya para KSAU terdahulu memegang jabatan rata-rata 2-3
tahun yang membuat tahapan pembangunan kekuatan TNI AU dapat dilakukan secara
matang.
![]() |
Para Mantan KSAU; termasuk yang beruntung karena bagian dari angkatan bertahun ganjil (sumber: portal-komando.com) |
Hal
unik lainnya dalam suksesi kepemimpinan TNI AU ialah acapkali muncul “kuda
hitam” perwira tinggi berbintang 2 yang mampu mengalahkan para perwira tinggi
berbintang 3 yang namanya telah lalu-lalang dalam bursa pemilihan, antara lain
Marsekal Muda Imam Sufaat yang terpilih menjadi KSAU saat dirinya masih
menjabat sebagai Panglima Komando Operasi I TNI AU di tahun 2009 dan Marsekal
Muda Agus Supriatna yang terpilih sebagai KSAU saat menduduki pos Wakil
Inspektur Jenderal TNI di tahun 2015. Jika Presiden Jokowi ingin bertindak di
luar garis dengan kembali memilih nama lain di luar bursa, maka nama yang
paling menonjol saat ini ialah Marsekal
Muda Dedy Permadi yang merupakan “wakil” dari angkatan 1985 yang belum ada satupun yang menyandang pangkat bintang 3 di tubuh TNI AU. Dedy telah menduduki pos
bintang 2 sebanyak 4 kali, mulai dari Gubernur AAU, Asisten Pengamanan KSAU,
Asisten Personel KSAU, dan saat ini menjabat sebagai Asisten Personel Panglima
TNI yang mana pengalaman-pengalaman tersebut akan sangat berguna jika kelak ia
terpilih sebagai KSAU.
Tetapi
dari pengamatan saya, entah mengapa saya yakin Yuyu Sutisna yang akan terpilih
sebagai KSAU yang baru, karena pertama,
jalur Wakil KSAU merupakan salah satu “jalan tol” menuju kursi KSAU karena
merupakan pos nomor 2 setelah KSAU sendiri, dimana sejak tahun 2006 sudah ada 3
Wakil KSAU yang diangkat menjadi KSAU (Herman Prayitno, Subandrio, dan Imam
Sufaat); kedua, Yuyu berasal
dari angkatan yang sama dengan Panglima TNI soon-to-be
Marsekal Hadi sehingga pasti memiliki kedekatan yang tidak terjadi dengan para calon
KSAU lainnya yang namanya telah masuk bursa; ketiga, Yuyu telah menduduki berbagai pos mulai dari staf, operasi,
sampai tugas diplomatik pertahanan, dan juga ia telah melewati pos panglima
komando operasi yang biasanya menjadi runtutan karir seorang KSAU sehingga
diharapkan melalui pengalamannya ia mampu untuk menjalankan tugas secara
optimal sebagai KSAU.
Pada
akhirnya, jawaban siapa yang akan terpilih sebagai KSAU yang baru ada di
tangan Presiden Jokowi, namun yang pasti, siapapun yang terpilih harus memiliki
kompetensi, kapasitas, dan kapabilitas dalam mewujudkan Indonesia bukan hanya
sebagai negara maritim sesuai visi Poros Maritim Dunia, tetapi juga “negara
angkasa” yang mampu berdaulat atas wilayah udaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar