Kamis, 22 Maret 2018

Ujung Karir Kemiliteran Bernama Setjen Wantannas


Bulan ke-3 di tahun 2018 ini dapat dikatakan sebagai bulan mutasi dan promosi bagi TNI—utamanya TNI Angkatan Darat, karena tidak kurang 2 lusin perwira tinggi masuk dalam gerbong tersebut, yang mana turut serta beberapa nama yang kerap disebut-sebut sebagai calon pemimpin matra darat, seperti Perwira Staf Ahli Tk. III Bid. Hubungan Internasional Panglima TNI Mayjen Herindra yang dipromosikan sebagai Inspektur Jenderal TNI, dan Pangdam III/Siliwangi Mayjen Doni Monardo sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas). “Rising star” lainnya seperti Mayjen Andika Perkasa telah terlebih dahulu dipromosikan dari pos lamanya yakni Pangdam XII/Tanjungpura ke jabatan Komandan Kodiklat TNI pada bulan Januari lalu. Dengan promosi tersebut, mereka berhak menyandang 3 bintang di pundaknya.

Doni Monardo
(Sumber: Wikipedia Bahasa Indonesia)
Jika diperhatikan, di antara ke-3 perwira tinggi tersebut Doni berasal dari lichting tertua, yakni 1985, sedangkan Herindra dan Andika berasal dari angkatan yang sama di Akademi Militer, yakni angkatan 1987, bahkan Herindra menyandang penghargaan Adhi Makayasa di angkatannya—bersama dengan Jenderal Pol M. Tito Karnavian yang meraih Adhi Makayasa Akpol 1987. Analisis angkatan ini penting untuk membuktikan tesis yang diajukan banyak pengamat, bahwasanya kepemimpinan TNI di masa depan akan dipegang oleh mereka yang berasal dari angkatan 1986-1987, yang secara perlahan mulai terbukti kebenarannya ketika Presiden Joko Widodo mengangkat Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI dan Marsekal Yuyu Sutisna sebagai Kepala Staf Angkatan Udara yang sama-sama berasal dari angkatan 1986, sehingga peluang Herindra serta Andika untuk menduduki pos Kepala Staf Angkatan Darat yang akan ditinggal oleh Jenderal Mulyono pada Januari 2019 sangatlah besar. Pertanyaannya, bagaimana prospek karir Doni sebagai Sesjen Wantannas?

Jika disetarakan dengan jabatan eselon pemerintahan, posisi Sesjen Wantannas merupakan jabatan eselon I.a. yang setara dengan pos Sekretaris Jenderal di sebuah kementerian atau lembaga negara, sebuah posisi yang menjadi rebutan para pejabat karir. Sekretariat Jenderal Wantannas sendiri mengemban fungsi yang sangat penting, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1999 tentang Dewan Ketahanan Nasional dan Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional, yakni “(a) perumusan rancangan ketetapan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional; (b) perumusan rancangan ketetapan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka menjamin keselamatan bangsa dan negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan, kesatuan, kelangsungan hidup bangsa dan negara; dan (c) penyusunan perkiraan resiko pembangunan nasional yang dihadapi dalam kurun waktu tertentu dan rancangan ketetapan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka merehabilitasi akibat resiko pembangunan”. Mengikuti model National Security Council di Amerika Serikat, Setjen Wantannas merupakan pelaksana tugas sehari-hari dari Wantannas yang langsung diketuai sendiri oleh Presiden dan dianggotai para pejabat lintas-sektor, antara lain yang membidangi urusan Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Perekonomian, Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Intelijen Negara.

Melihat ‘job-desk’ tersebut, posisi Sesjen Wantannas dapat dikatakan sangat strategis karena berkaitan dengan pembangunan dan pembinaan ketahanan—serta keamanan—nasional. Namun kenyataannya, gaung keberadaan Setjen Wantannas sendiri tak pernah terdengar jauh, entah karena fungsinya yang penuh dengan pertimbangan kerahasiaan, atau memang karena fungsi yang ada telah dijalankan oleh lembaga lain, seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Bahkan dalam dokumen Rencana Strategis Setjen Wantannas 2015-2019, dinyatakan bahwa capaian kinerja yang belum maksimal ialah belum optimalnya tindak lanjut hasil kajian dinamis, siklis, dan perkiraan cepat bidang kebijakan ketahanan nasional yang di respon Presiden terhadap saran tindak Setjen Wantannas yang disampaikan kepada Presiden; sebuah ironi karena diminta atau tidak Setjen Wantannas selalu memberikan day-to-day report, incidental report, dan emergency report yang berkaitan dengan aspek pertahanan serta keamanan kepada Presiden.

Nuansa ‘kemuraman’ yang sama juga terasa bagi mereka yang menduduki pos Sesjen Wantannas. Jika ditelisik, posisi tersebut menjadi akhir karir banyak perwira tinggi, setidaknya apabila dilacak dari rekam jejak para Sesjen pasca-Reformasi yang akan dijelaskan dalam tabel di bawah ini :


Nama
Jabatan Sebelumnya
Penugasan Selanjutnya
Masa Jabatan
Arifin Tarigan
Pangdam XVII/Cenderawasih (Mayjen)
Pensiun
1998-2003
Prof. Dr. Budi Santoso
sipil
sipil
2003-2005
Muhammad Yasin
Deputi Menko Polkam bid. Politik Dalam Negeri (Mayjen)
Pensiun
2005-2008
Bambang Darmono
Komandan Kodiklat TNI (Letjen)
Pensiun
2008-2010
Rasyid Qurnuen Aquary
Asisten Intelijen Panglima TNI (Mayjen)
Pensiun
2010-2011
Junianto Haroen
Deputi IV bid. Koordinasi Pertahanan Keamanan Kemenko Polhukam (Mayjen)
Pensiun
2011-2012
Waris
Panglima Kodam Jaya (Mayjen)
Pensiun
2012-2015
Muhammad Munir
Pati Mabes TNI (Letjen)
Pensiun
2015-2016
Nugroho Widyotomo
Inspektur Jenderal TNI-AD (Mayjen)
Pensiun
2016-2017


Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa mereka yang dipromosikan menjadi Sesjen Wantannas mayoritas memang baru sekali dipromosikan dari panngkat Mayjen menjadi Letjen, dan seterusnya berada di posisi tersebut sampai pensiun. Pengecualian bagi Bambang Darmono yang sebelumnya menjabat sebagai Komandan Kodiklat TNI dengan pangkat Letjen, dan M. Munir yang sempat menjadi Pati non-job di Mabes TNI pasca lengser dari posisi Wakil KSAD (“ironi” tentang Munir sendiri telah saya jabarkan di tulisan sebelumnya.

Doni berasal dari angkatan 1985, dan tahun ini akan masuk usia 55 tahun—3 tahun lagi menuju usia pensiun. Nah, apabila melihat lama masa menjabat, para Sesjen Wantannas rata-rata memimpin selama 1-3 tahun, yang mana Arifin Tarigan paling lama menjabat (5 tahun), disusul oleh Waris (3 tahun), sehingga mungkin saja Doni akan menghabiskan karirnya di Setjen Wantannas. Berkaca dari sosok Waris, sebelum menjadi Sesjen Wantannas ia menduduki pos mentereng seperti Komandan Paspampres dan Pangdam Jaya. Ketika menjabat sebagai Sesjen, sebagai perwira tinggi bintang 3 ia berkali-kali masuk dalam bursa calon KSAD, namun nasib baik tak kunjung hinggap sampai akhirnya ia menghabsikan karirnya di Setjen Wantannas.

Namun masih ada jalan bagi Doni untuk “mengaktualisasikan potensinya” meskipun Setjen Wantannas dikenal sebagai kuburan karir para perwira tinggi. Dalam waktu yang tak lama lagi, perubahan Wantannas menjadi Dewan Keamanan Nasional (DKN) yang telah direncanakan lebih dari 3 tahun yang lalu akan segera terwujud, dalam upaya merespon perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis dan juga karena memang merupakan amanat Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang saat ini masih digodok di parlemen. Langkah perubahan ini tentunya membutuhkan tangan dingin untuk memuluskan jalannya, dan Doni selama ini dikenal sebagai perwira yang berprestasi. Berbagai jejak positif—utamanya di bidang lingkungan hidup—telah ia tinggalkan baik ketika masih menjabat sebagai Pangdam XVI/Pattimura lewat program “Emas Biru” dan “Emas Hijau” maupun ketika menjabat sebagai Pangdam III/Siliwangi lewat “Citarum Harum”.

Sebagai lembaga yang memainkan peran sebagai think-tank pemerintah, sudah seyogyanya keberadaan dan fungsi Setjen Wantannas kembali ditingkatkan sampai ke tingkatan paling strategis, dan ketika hal tersebut terwujud, Setjen Wantannas sebagai kuburan karir para perwira tinggi pun hanya akan menjadi mitos belaka.