Bulan ke-3 di tahun 2018 ini
dapat dikatakan sebagai bulan mutasi dan promosi bagi TNI—utamanya TNI Angkatan
Darat, karena tidak kurang 2 lusin perwira tinggi masuk dalam gerbong tersebut,
yang mana turut serta beberapa nama yang kerap disebut-sebut sebagai calon
pemimpin matra darat, seperti Perwira Staf Ahli Tk. III Bid. Hubungan
Internasional Panglima TNI Mayjen Herindra yang dipromosikan sebagai Inspektur
Jenderal TNI, dan Pangdam III/Siliwangi Mayjen Doni Monardo sebagai Sekretaris
Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas). “Rising star” lainnya seperti Mayjen Andika Perkasa telah terlebih
dahulu dipromosikan dari pos lamanya yakni Pangdam XII/Tanjungpura ke jabatan
Komandan Kodiklat TNI pada bulan Januari lalu. Dengan promosi tersebut, mereka
berhak menyandang 3 bintang di pundaknya.
![]() |
Doni Monardo (Sumber: Wikipedia Bahasa Indonesia) |
Jika diperhatikan, di antara
ke-3 perwira tinggi tersebut Doni berasal dari lichting tertua, yakni 1985, sedangkan Herindra dan Andika berasal
dari angkatan yang sama di Akademi Militer, yakni angkatan 1987, bahkan
Herindra menyandang penghargaan Adhi Makayasa di angkatannya—bersama dengan
Jenderal Pol M. Tito Karnavian yang meraih Adhi Makayasa Akpol 1987. Analisis
angkatan ini penting untuk membuktikan tesis yang diajukan banyak pengamat,
bahwasanya kepemimpinan TNI di masa depan akan dipegang oleh mereka yang
berasal dari angkatan 1986-1987, yang secara perlahan mulai terbukti
kebenarannya ketika Presiden Joko Widodo mengangkat Marsekal Hadi Tjahjanto
sebagai Panglima TNI dan Marsekal Yuyu Sutisna sebagai Kepala Staf Angkatan
Udara yang sama-sama berasal dari angkatan 1986, sehingga peluang Herindra
serta Andika untuk menduduki pos Kepala Staf Angkatan Darat yang akan ditinggal
oleh Jenderal Mulyono pada Januari 2019 sangatlah besar. Pertanyaannya,
bagaimana prospek karir Doni sebagai Sesjen Wantannas?
Jika disetarakan dengan
jabatan eselon pemerintahan, posisi Sesjen Wantannas merupakan jabatan eselon
I.a. yang setara dengan pos Sekretaris Jenderal di sebuah kementerian atau lembaga
negara, sebuah posisi yang menjadi rebutan para pejabat karir. Sekretariat
Jenderal Wantannas sendiri mengemban fungsi yang sangat penting, sebagaimana
tercantum dalam Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1999 tentang Dewan
Ketahanan Nasional dan Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional, yakni “(a) perumusan rancangan ketetapan kebijakan
dan strategi nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional; (b) perumusan
rancangan ketetapan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka menjamin keselamatan
bangsa dan negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan, kesatuan,
kelangsungan hidup bangsa dan negara; dan (c) penyusunan perkiraan resiko
pembangunan nasional yang dihadapi dalam kurun waktu tertentu dan rancangan
ketetapan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka merehabilitasi akibat
resiko pembangunan”. Mengikuti model National
Security Council di Amerika Serikat, Setjen Wantannas merupakan pelaksana
tugas sehari-hari dari Wantannas yang langsung diketuai sendiri oleh Presiden
dan dianggotai para pejabat lintas-sektor, antara lain yang membidangi urusan
Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Perekonomian, Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Kepala Badan Intelijen Negara.
Melihat ‘job-desk’ tersebut, posisi Sesjen Wantannas dapat dikatakan sangat
strategis karena berkaitan dengan pembangunan dan pembinaan ketahanan—serta
keamanan—nasional. Namun kenyataannya, gaung keberadaan Setjen Wantannas
sendiri tak pernah terdengar jauh, entah karena fungsinya yang penuh dengan
pertimbangan kerahasiaan, atau memang karena fungsi yang ada telah dijalankan
oleh lembaga lain, seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Bahkan dalam
dokumen Rencana Strategis Setjen Wantannas 2015-2019, dinyatakan bahwa capaian
kinerja yang belum maksimal ialah belum optimalnya tindak lanjut hasil kajian
dinamis, siklis, dan perkiraan cepat bidang kebijakan ketahanan nasional yang
di respon Presiden terhadap saran tindak Setjen Wantannas yang disampaikan
kepada Presiden; sebuah ironi karena diminta atau tidak Setjen Wantannas selalu
memberikan day-to-day report, incidental report, dan emergency report yang berkaitan dengan
aspek pertahanan serta keamanan kepada Presiden.
Nuansa ‘kemuraman’ yang sama
juga terasa bagi mereka yang menduduki pos Sesjen Wantannas. Jika ditelisik, posisi
tersebut menjadi akhir karir banyak perwira tinggi, setidaknya apabila dilacak
dari rekam jejak para Sesjen pasca-Reformasi yang akan dijelaskan dalam tabel
di bawah ini :
Nama
|
Jabatan Sebelumnya
|
Penugasan Selanjutnya
|
Masa Jabatan
|
Arifin
Tarigan
|
Pangdam
XVII/Cenderawasih (Mayjen)
|
Pensiun
|
1998-2003
|
Prof. Dr. Budi Santoso
|
sipil
|
sipil
|
2003-2005
|
Muhammad
Yasin
|
Deputi
Menko Polkam bid. Politik Dalam Negeri (Mayjen)
|
Pensiun
|
2005-2008
|
Bambang
Darmono
|
Komandan
Kodiklat TNI (Letjen)
|
Pensiun
|
2008-2010
|
Rasyid
Qurnuen Aquary
|
Asisten
Intelijen Panglima TNI (Mayjen)
|
Pensiun
|
2010-2011
|
Junianto
Haroen
|
Deputi
IV bid. Koordinasi Pertahanan Keamanan Kemenko Polhukam (Mayjen)
|
Pensiun
|
2011-2012
|
Waris
|
Panglima
Kodam Jaya (Mayjen)
|
Pensiun
|
2012-2015
|
Muhammad
Munir
|
Pati
Mabes TNI (Letjen)
|
Pensiun
|
2015-2016
|
Nugroho
Widyotomo
|
Inspektur
Jenderal TNI-AD (Mayjen)
|
Pensiun
|
2016-2017
|
Dari tabel di atas bisa
dilihat bahwa mereka yang dipromosikan menjadi Sesjen Wantannas mayoritas
memang baru sekali dipromosikan dari panngkat Mayjen menjadi Letjen, dan
seterusnya berada di posisi tersebut sampai pensiun. Pengecualian bagi Bambang
Darmono yang sebelumnya menjabat sebagai Komandan Kodiklat TNI dengan pangkat
Letjen, dan M. Munir yang sempat menjadi Pati non-job di Mabes TNI pasca lengser
dari posisi Wakil KSAD (“ironi” tentang Munir sendiri telah saya jabarkan di
tulisan sebelumnya.
Doni berasal dari angkatan
1985, dan tahun ini akan masuk usia 55 tahun—3 tahun lagi menuju usia pensiun.
Nah, apabila melihat lama masa menjabat, para Sesjen Wantannas rata-rata
memimpin selama 1-3 tahun, yang mana Arifin Tarigan paling lama menjabat (5
tahun), disusul oleh Waris (3 tahun), sehingga mungkin saja Doni akan
menghabiskan karirnya di Setjen Wantannas. Berkaca dari sosok Waris, sebelum
menjadi Sesjen Wantannas ia menduduki pos mentereng seperti Komandan Paspampres
dan Pangdam Jaya. Ketika menjabat sebagai Sesjen, sebagai perwira tinggi
bintang 3 ia berkali-kali masuk dalam bursa calon KSAD, namun nasib baik tak
kunjung hinggap sampai akhirnya ia menghabsikan karirnya di Setjen Wantannas.
Namun masih ada jalan bagi
Doni untuk “mengaktualisasikan potensinya” meskipun Setjen Wantannas dikenal
sebagai kuburan karir para perwira tinggi. Dalam waktu yang tak lama lagi, perubahan
Wantannas menjadi Dewan Keamanan Nasional (DKN) yang telah direncanakan lebih
dari 3 tahun yang lalu akan segera terwujud, dalam upaya merespon perubahan
lingkungan strategis yang semakin dinamis dan juga karena memang merupakan
amanat Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang saat ini masih digodok di
parlemen. Langkah perubahan ini tentunya membutuhkan tangan dingin untuk
memuluskan jalannya, dan Doni selama ini dikenal sebagai perwira yang
berprestasi. Berbagai jejak positif—utamanya di bidang lingkungan hidup—telah ia
tinggalkan baik ketika masih menjabat sebagai Pangdam XVI/Pattimura lewat
program “Emas Biru” dan “Emas Hijau” maupun ketika menjabat sebagai Pangdam
III/Siliwangi lewat “Citarum Harum”.
Sebagai lembaga yang memainkan
peran sebagai think-tank pemerintah,
sudah seyogyanya keberadaan dan fungsi Setjen Wantannas kembali ditingkatkan
sampai ke tingkatan paling strategis, dan ketika hal tersebut terwujud, Setjen
Wantannas sebagai kuburan karir para perwira tinggi pun hanya akan menjadi
mitos belaka.