Sebagaimana diketahui, Soeharto menjabat sebagai presiden
selama lebih dari 3 dekade (1967-1998). Dan selama rentang
waktu yang amat panjang tersebut, ia didampingi oleh ajudan yang secara rutin
diganti selama 3-4 tahun sekali. Presiden tidak mempunyai hak untuk memilih
sendiri ajudannya, melainkan setiap angkatan, yaitu TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU
serta Polri yang mengajukannya melalui Mabes ABRI (pada saat itu).
Pada awal masa kepemimpinannya, seorang ajudan presiden adalah tentara berpangkat Letnan Kolonel, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, ajudan presiden dijabat oleh tentara atau anggota Polri yang berpangkat Kolonel/Komisaris Besar. Proses seleksi ajudan presiden sangatlah ketat dan diperhatikan secara cermat track record dari masing-masing calon dengan memerhatikan unsur Trisakti Wiratama, yakni tanggap, tanggon dan trengginas. Biasanya, ajudan presiden adalah lulusan terbaik di akademinya masing-masing. Singkat kata, mereka adalah orang-orang pilihan yang ditugaskan untuk menjadi tameng hidup Presiden.
Pada awal masa kepemimpinannya, seorang ajudan presiden adalah tentara berpangkat Letnan Kolonel, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, ajudan presiden dijabat oleh tentara atau anggota Polri yang berpangkat Kolonel/Komisaris Besar. Proses seleksi ajudan presiden sangatlah ketat dan diperhatikan secara cermat track record dari masing-masing calon dengan memerhatikan unsur Trisakti Wiratama, yakni tanggap, tanggon dan trengginas. Biasanya, ajudan presiden adalah lulusan terbaik di akademinya masing-masing. Singkat kata, mereka adalah orang-orang pilihan yang ditugaskan untuk menjadi tameng hidup Presiden.
![]() |
Presiden Soeharto bersama Ajudan Presiden, Kolonel (Pol) Sutanto di Denmark, ca. 1995 (Gahetna) |
Contoh yang sering terdengar adalah Wiranto. Ia menjabat sebagai ajudan presiden dari tahun 1987-1991. Dan, selama kurang dari 10 tahun setelahnya, pangkat dan kariernya melesat dengan sangat cepat, dari seorang Kolonel kemudian naik secara bertahap menjadi Jenderal. Mulai dari jabatan Pangdam Jaya, Pangkostrad, Kepala Staf Angkatan Darat, dan Panglima ABRI pernah direngkuhnya setelah menjabat sebagai ajudan presiden. Contoh selanjutnya adalah posisi Panglima ABRI yang pernah dijabat oleh Try Sutrisno, ajudan Soeharto 'angkatan kedua' pada dekade 1970-an. Setelah selesai dengan jabatan Panglima ABRI, Try kembali ke istana, bukan sebagai ajudan, melainkan dengan jabatan baru sebagai Wakil Presiden, mendampingi Soeharto sebagai Presiden pada masa jabatan 1993-1998.
Tetapi sebetulnya, 'privilese' diatas tidak hanya berlaku bagi para
mantan ajudan Soeharto saja. Pola-pola 'pembinaan karir' melalui jalur ajudan juga dilakukan oleh Presiden Indonesia pasca-Soeharto, baik secara langsung maupun tak langsung. Mantan Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman dan mantan KSAU Marsekal Imam Sufaat merupakan ajudan Presiden Abdurrahman Wahid. Kemudian mantan KSAD Jenderal Pramono
Edhie Wibowo dan Kepala BIN Jenderal (Pol) Budi Gunawan merupakan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri. Tak lupa kuartet Letnan Jenderal M. Munir (Wakil KSAD, Sesjen Wantannas), Laksamana Madya Didit Herdiawan Ashaf (Kasum TNI), Marsekal Madya Bagus Puruhito
(Wakil KSAU, Ka Basarnas) dan Komisaris Jenderal (Pol) Putut Eko Bayuseno (Kabaharkam, Irwasum) yang
merupakan ajudan Presiden SBY dalam periode pertama kepemimpinannya
sebagai Presiden (2004-2009). Ada juga nama Komisaris Jenderal (Pol) Syafrudin (Wakapolri, Menteri PANRB) yang merupakan ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla (2004-2009).
Namun dalam hal ini, Soeharto dijadikan titik berat karena para mantan ajudan ini tidak hanya moncer karirnya ketika Soeharto masih menjabat Presiden, tapi juga karena mereka mampu meniti gelombang Reformasi pasca-1998. Nama dan jabatan para mantan ajudan Presiden Soeharto--yang berhasil saya ketahui--dapat selengkapnya dilihat pada daftar di bawah ini :
Namun dalam hal ini, Soeharto dijadikan titik berat karena para mantan ajudan ini tidak hanya moncer karirnya ketika Soeharto masih menjabat Presiden, tapi juga karena mereka mampu meniti gelombang Reformasi pasca-1998. Nama dan jabatan para mantan ajudan Presiden Soeharto--yang berhasil saya ketahui--dapat selengkapnya dilihat pada daftar di bawah ini :
(pangkat dan jabatan yang
tertulis adalah pangkat dan jabatan terakhir)
Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Darat
1. Jenderal Wiranto (KSAD, Panglima ABRI)
2. Jenderal Try Sutrisno (KSAD, Panglima ABRI)
3. Jenderal Wismoyo Arismunandar (Pangkostrad, KSAD)
4. Letnan Jenderal Suyono (Kasum TNI)
5. Letnan Jenderal Sugiono (Kasum TNI, Sekjen Dephankam)
6. Letnan Jenderal Soerjadi (Wakil KSAD)
7. Mayor Jenderal Kentot Harseno (Pangdam Jaya)
8. Mayor Jenderal Issantoso (Lemhannas RI)
Angkatan Laut
1. Laksamana Tanto Kuswanto (KSAL)
2. Laksamana Sumardjono (KSAL)
Angkatan Udara
1. Marsekal Muda Soemakno Iswadi (Komandan Seskoau)
2. Marsekal Muda Teddy Sumarno (Asisten Logistik KSAU)
Kepolisian Negara Republik Indonesia
1. Jenderal Pol Kunarto (Kapolri)
2. Jenderal Pol Dibyo Widodo (Kapolri)
3. Jenderal Pol Sutanto (Kapolri, Kepala BIN)
4. Inspektur Jenderal Pol Hamami Nata (Kapolda Metro Jaya)
Selain ajudan, ada pula anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres)
yang moncer karirnya ketika dan pasca mengabdi di masa pemerintahan Presiden
Soeharto antara lain Jenderal Endriartono Sutarto (Komandan Paspampres, KSAD, Panglima TNI), Jenderal Subagyo H.S. (Komandan Grup A Paspampres, KSAD) dan Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin (Komandan Grup A Paspampres, Pangdam Jaya, Wakil Menteri Pertahanan RI).
Purna menjabat sebagai Presiden, Soeharto juga tetap didampingi oleh prajurit TNI/anggota Polri yang bertugas menjadi pengawal khusus sekaligus sekretaris pribadinya, antara lain seperti Mayor Jenderal Maliki Mift (Komandan Pusat POM TNI), Brigadir Jenderal (Pol) Anton Tabah dan Letnan Kolonel (CPM) I Gusti Nyoman Suweden.
Purna menjabat sebagai Presiden, Soeharto juga tetap didampingi oleh prajurit TNI/anggota Polri yang bertugas menjadi pengawal khusus sekaligus sekretaris pribadinya, antara lain seperti Mayor Jenderal Maliki Mift (Komandan Pusat POM TNI), Brigadir Jenderal (Pol) Anton Tabah dan Letnan Kolonel (CPM) I Gusti Nyoman Suweden.